Melihat Kembali Posisi Jepang dalam Kawasan
Posisi Jepang di Asia Timur sangat diperhitungkan, baik dari segi
ekonomi, politik maupun keamanan. Sejak meletusnya perang dunia II, Jepang
telah menjadi bangsa imperialis dan pernah menduduki negara-negara disekitarnya
seperti China, Taiwan, Korea Utara dan Korea Selatan. Tetapi kejayaan Jepang
tidak bertahan lama, setelah peristiwa penyerbuan pangkalan militer AS di Pearl
Harbor oleh tentara Jepang secara tidak langsung Jepang telah membangunkan
raksasa yang sedang tertidur. Pada tanggal 6 dan 9 Agustus kota terbesar di
Jepang (Nagasaki dan Hiroshima) di jatuhi bom atom yang sangat dahsyat oleh
pihak sekutu sebagai balasan atas penyerbuan Jepang di Pearl Harbor. Peristiwa
bom atom tersebut telah menyadarkan Jepang bahwa ambisi untuk menjadi bangsa imperialis
(penjajah) harus dihentikan karena banyak kerugian yang mereka tanggung, mulai
dari anggaran militer yang besar sampai kepada jatuhnya korban sipil. Peristiwa
Nagasaki dan Hiroshima juga menandakan berakhirnya era perang dunia ke II yang
menyisakan banyak memori mengerikan yang terjadi di dalamnya.
Setelah peristiwa bom atom Nagasaki dan Hiroshima, Jepang telah
mengumumkan menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Sebagai bentuk penyerahan
tersebut, maka pihak sekutu yang dipimpin oleh AS membentuk perjanjian damai antara
Jepang dengan AS yang dikenal dengan perjanjian San Francisco. Perjanjian ini merupakan langkah baru Jepang untuk menjadi bangsa yang lepas dari
kekuasaan otoritarian dibawah kekaisaran Jepang. Sejak saat itu, Jepang telah
menerapkan sistem pemerintahan demokrasi dengan kepala pemerintahan dipimpin
oleh Perdana Menteri.
Doktrin Yoshida
Sejak kekalahan Jepang dalam perang dunia II, dimana
kekalahan tersebut secara politik telah mengubah sistem pemerintahan dari
kekaisaran ke pemerintahan demokratis. Maka, pada tahun 1946 diadakan pemilihan
Diet pertama. Pemilihan Diet tersebut telah melahirkan pemimpin baru yaitu
Shigeru Yoshida yang berasal dari partai liberal (liberal party). Langkah awal kebijakan Yoshida adalah kebijakan low profile, kebijakan ini bertujuan
untuk memperbaiki perekonomian Jepang pasca kalah perang dari sekutu. Kebijakan
low profile tersebut dikenal dengan “Doktrin
Yoshida” (Yoshida doctrine).
Pembangunan Ekonomi
Dari segi keamanan (security) Jepang bergantung kepada "payung" AS yang pada waktu itu ingin
membendung pengaruh paham komunis di wilayah Asia. Jepang dijadikan
basis keamanan AS dengan membangun pangkalan militernya di Kepulauan Okinawa. Hal
ini membuat pengeluaran/belanja militer Jepang sangat sedikit, sehingga fokus
untuk pembangunan ekonomi dengan mudah dapat tercapai. Disisi lain, kerjasama
ekonomi dengan AS semakin kuat, karena Jepang secara tidak langsung telah
menguntungkan AS dalam perang dingin. Transfer teknologi dari AS semakin cepat,
membuat Jepang menjadi negara industri baru di kawasan Asia.
Adanya kebijakan ekonomi dengan membuka investasi luar
negeri secara langsung (Foreign Investment Direct) juga menjadi faktor pendukung kemajuan perekonomian
Jepang. Dengan diberlakukannya FID, banyak
investor luar menanamkan sahamnya di Jepang. Selain karena infrastrukturnya
yang baik, Jepang juga secara politik stabil karena pemerintahan dikuasai oleh
satu partai yaitu Liberal Democratic Party (LDP). Ini juga yang menjadi pertimbangan investor, karena situasi
politik suatu negara berpengaruh kepada iklim investasi.
Dengan semakin baiknya investasi luar negeri ke Jepang,
pemerintah Jepang kemudian mendorong pembangunan industri nasional yang
bergerak diberbagai bidang seperti kimia, besi dan baja, galangan kapal,
transistor radio, industri mobil, komputer, chip komputer dan industri
teknologi besar lainnya. Sehingga ekonomi Jepang pada dekade 1980-an tumbuh
pesat melampaui AS yang menjadi kekuatan ekonomi dunia saat itu. Pertumbuhan ekonomi
tersebut dipengaruhi oleh ekspor hasil industri ke negara-negara Amerika, Uni
Eropa, Asia dan Afrika, sehingga pendapatan yang besar dari ekspor tersebut mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Jepang. Hingga saat ini, Jepang menjadi kekuatan ekonomi di
Asia bahkan di dunia.
Geopolitik
Jika dilihat dari segi geopolitik, Jepang merupakan
salah satu sekutu terdekat AS selain Korea Selatan. Jepang menjadi basis
pertahanan AS dari era perang dingin sampai sekarang ini, untuk membendung
pengaruh komunis (pada waktu perang dingin) dan membendung kekuatan China di era
sekarang ini. Letak geografis Jepang yang berdekatan dengan sekutu AS lainnya
yaitu Korea Selatan, secara tidak langsung menjadi penyeimbang dari lawan
politik AS yaitu China dan Korea Utara. Kedua negara ini (China dan Korut)
sejak lama telah menjadikan AS sebagai lawan ideologi, politik maupun ekonomi
mereka. Untuk itu, AS menjadikan Jepang sebagai mitra terdekat dalam
mengimbangi kekuatan China di Asia.
Kesimpulan
Jadi, sebagian besar faktor ekonomi menjadikan Jepang salah
satu negara yang sangat diperhitungkan di kawasan Asia, terutama Asia Timur. Ekonomi
merupakan bentuk hegemoni selain menggunakan kekuatan militer, seperti Wallstrein
dalam teori hegemoninya mengatakan bahwa untuk menjadi negara penguasa (adi
daya) harus menguasai ekonomi, militer dan budaya. Dalam hal ini Jepang menjadi
penguasa ekonomi. Selain ekonomi, secara geopolitik Jepang sangat
strategis, karena letaknya yang berdekatan dengan “musuh” AS yaitu China dan
Korea Utara, Jepang dijadikan sebagai “base
camp” kekuatan Amerika di Asia untuk mengimbangi kekuatan China dan
sekutu terdekatnya (Korea Utara).
Komentar
Posting Komentar